Langit, bumi dan angin...

Langit biru kembali datang dan angin itu menyejukan lagi
Ku ambil hirupan udara yang kembali bisa masuk
Ah, ini memang yang hilang
Ini memang yang aku inginkan...

Langit telah menghampiri bumi
Ketika udara malam mulai bertebaran
Ku rasakan gelisah dalam hati tak menentu
Akankah sang langit tetap akan menjaga sang bumi??

Bumi kembali menangis
Dan langit tetap megah terasa
Sayup-sayup suara angin kembali datang merintih
Mengapa semuanya kembali terasing?
Kembali pada dinginnya udara menusuk kalbu


Langit, bumi dan angin...
Langit, bumi dan angin...
Langit, bumi dan angin...

Langit atau angin??
Akulah sang bumi...

Jangan panggil saya Anti Sosial

Berteman ataupun mengenal seseorang atau sebuah kumpulan terkadang bisa menjadikan kita merasa nyaman, merasa risih atau hanya sekedar ingin menikmati kondisi yang masih baru itu dan hanya terdiam berada disekitarnya.

Saya hanya terkadang ngga ngerti dan ngga tahu apa yang sedang orang-orang bicarakan ketika saya mulai masuk kedalam lingkungan orang-orang yang masih asing di hadapan mata saya.
Sebagai orang yang masih baru dalam hal berteman dengan orang-orang yang masih asing itu saya terkadang lebih banyak diam dari pada ikut-ikutan ngobrol padahal saya sendiri ngga tahu apa yang sedang di obrolin.

Ngga mungkin juga, disaat orang-orang asik mendiskusikan sesuatu yang terdengar sangat mengasyikan saya tiba-tiba bersuara dengan ke sotoy-an saya. Yah, saya selalu mengkondisikan kesadaran diri saya dalam kondisi apapun. Mendengarkan kadang lebih asik dibandingkan saya ikut-ikutan nimbrung.

Berteman itu cocok-cocokan. Ya, itu menurut saya. Kita kadang ngga punya alasan ketika kita emang ngga mood ikut ngobrol dalam kondisi tertentu. Ya, itu tadi. Saya memilih mendengarkan. Mendengarkan satu obrolan yang memang saya ngga ngerti dan mulai menyimpan semua obrolan itu tadi agar tersimpan di memori otak saya, agar saya menjadi tahu dan saya menjadi seorang yang bisa ikut mengobrol di lain waktu.

Jangan memposisikan saya sebagai anti sosial. Saya ngga terlalu mau mikirin ansos apa ngga, yang saya tahu saya memang pribadi yang mulai ingin berkembang dengan cara pandang saya sendiri.

Jikapun ada yang keberatan dengan keberadaan saya yang hanya cuma bisa diam, saya akan dengan senang hati pergi dari tempat yang ngga bisa ngasih pengetahuan tambahan dalam hidup saya.
Saya akan pergi dengan hati lapang meninggalkan jejak langkah saya dari tempat yang ngga bisa ngasih pengalaman yang benar-benar bisa membuat saya merasakan adventure dalam kesendirian saya untuk menuju langkah berikutnya yang bisa menjadikan saya seperti pribadi yang sama dengan kalian yang sangat pandai berkomunikasi.

Saya memang sangat mempunyai kendala dalam hal berkomunikasi jika saya merasa masih merasa asing dalam kondisi tertentu. Biarkan saya tetap seperti itu, biarkan saya tetap mencari apa yang bisa membuat saya nyaman.

Dan saya sangat berterimakasih kepada semua teman yang mau memberi saya peluang untuk melihat, mendengarkan dan melakukan semua hal yang jauh dari kata "aktif" dan masih mau memberi saya penglihatan yang menggagumkan dibalik cara kalian berbicara, memandang dan bersentuhan dengan saya.

Itu melebihi rasa syukur saya karena masih ada orang-orang yang tidak terlalu disibukan dengan hal yang bersentuhan dengan apa yang dinamakan "Kesan".

senangnya...

Ini baru 2 minggu. Belum sampe ke tahap dimana saya berdebar-debar nunggu operasi yang kemarin-kemarin sempet di rencanain. Vonis dokter tentang KET dan kista di perut saya menjadikan saya menjadi seorang pathetic human.
Always whining, desperate semakin menjadikan saya menjadi makhluk yang hidup dalam ketakutan, useless, and not deserve for anybody. Itu sebenarnya ngga ngebantu apa-apa. Malah bikin saya tambah gak jelas, depress, kadar sensitif dan cengeng saya jadi tambah ninggi.

Beberapa hari yang lalu saya kembali mendatangi dokter dimana saya selalu cek up tentang kondisi terbaru dari badan saya.
Setelah 2 malam sebelumnya saya ngalamin sakit dan bener-bener sakit dalam arti sakit sebenarnya. Udah nyerah deh intinya.
Saya udah siap dengan apapun yang bakal saya jalanin di depan, operasi, pemulihan, kalaupun saya harus kehilangan tuba sebelah kanan saya. Masa depan belum tertulis kok.

Hari itu saya masuk ke ruangan dokter, disambut dengan tanya jawab tentang kabar dari kondisi badan saya. Saya menceritakan tentang malam yang 'sakit'. "Ya, akhirnya datang juga hari itu." Sahut dokter kepada saya. Saya hanya diam mendengarkan dokter bercerita. Sampai akhirnya dokter mengajak saya untuk berbaring untuk mengecek perkembangan badan saya.

Saya terbaring, menatap monitor dimana itu adalah gambaran isi dari perut saya.
Seorang asisten dokter membantu mempersiapkan cek up. Saya masih melihat monitor itu.
Pemeriksaan berlangsung, beberapa menit saya dan dokter terdiam. Sampai pada akhirnya dokter mengajukan satu pertanyaan kepada saya. "Kamu pernah minum obat ngga?" Tanya dokter, "obat apaan dok? saya ngga pernah minum obat apa-apa kok" jawab saya. "Ko aneh ya, diperut kamu sekarang ngga ada apa-apanya tuh." dokter kembali bicara. Sejenak saya perhatikan monitor itu, emang ngga ada apa-apa. Aneh. Cek up 2 minggu yang lalu hari dimana bikin saya lemes, ngga bersemangat tiba-tiba berubah pada hari ini. Saya tetap memandangi setiap detail dari monitor itu. Dokter kembali bicara " Sebentar, saya masih heran ini ada apa. Ko bisa ya kamu jadi baik-baik aja. Ya udah deh cek up nya kita beresin disini aja. Yuk, kita ngobrol di ruangan depan aja".

Saya duduk berhadapan dengan dokter, disuguhi beberapa gambar bagian alat reproduksi wanita yang tersimpan rapi diatas meja di tutupi lapisan kaca.
Obrolan pun dimulai, "Jadi gini, hasil yang saya liat tadi jujur buat saya bingung. Saya masih bertanya-tanya. Apa sakit yang terjadi 2 hari yang lalu itu ngeluarin darah atau ngga? Karena yang saya tahu dari beberapa pengalaman yang udah terjadi sakit kamu itu bisa saja adalah pendarahan di dalam. Dan itu pasti berbahaya sama kamu. Tadi pas di cek emang kaya seperti ada gumpalan di bagian perut bawah kamu. Tapi saya belum yakin itu apa. Dan kista nya pun tadi udah hilang, ngga terdekteksi lagi." Jelas dokter. Saya hanya diam mendengarkan sambil tetep memandangi gambar yang ada di atas meja.
"Gini aja, dari pada semuanya serba membingungkan, lebih baik kamu saya rujuk kamu ke rumah sakit Hasan Sadikin. Ini saya lampirkan surat buat dokter yang tugas disana." keluh dokter lagi.

Keesokan harinya saya ditemani mantan pacar saya dan keponakan saya pergi ke RS.Hasan Sadikin sekitar pukul 09.00 pagi. Beberapa teman dekat mengirimi saya pesan singkat di sms untuk mengetahui saya sudah pergi ke RS atau belum. Saya memberitahu mereka kalo saya sudah sampai di RS dan mereka pun mengaharapkan sesuatu yang baik akan terjadi.
Tibalah saya di tempat dimana dokter Dodi mengajukan saya ke RS itu. Saya mulai mendaftarkan diri sebagai pasien yang sakit dan memberi lampiran surat dari dokter Dodi. Nama saya pun di panggil " Nyonya Hera!" Sahut seorang perempuan umur berkisaran diatas 40 tahunan keatas. Ya, nyonya. Saya disarankan memakai awalan nama itu oleh dokter Dodi agar semua proses pemeriksaan menjadi lebih mudah jika dilihat dari kondisi kesehatan yang saya alami. Prosesnya akan lebih sulit kalo dokter dan para konco-konconya di RS mengetahui jika saya masih berstatus Nona. Ya, ngga apa-apalah.. Toh image doang ini.

Saya mulai memasuki ruangan di balik pintu itu, ruangan yang tadinya terlihat sangat sibuk dengan segala aktifitas itu. Meninggalkan keponakan saya yang berumur 4 tahun bersama mantan pacar saya di lorong rumah sakit dekat ruangan dimana saya akan diperiksa. Sambil berbicara layaknya seorang ibu meminta anaknya tidak rewel, karena saya akan pergi beberapa jam. Keponakan saya cuma tersenyum dan mengiyakan permintaan saya :)

Saya disambut oleh seorang dokter perempuan dewasa yang sangat manis, ramah, tapi selalu sibuk dengan cell phone Blackberry-nya. Dia mengajak bersalaman dan membawa saya mengikuti dia ke ruangan yang paling pojok. Dia meminta saya untuk berbaring kembali. Surat yang ditujukan dokter Dodi itu mulai ia baca dengan sangat serius. "Ok bu, sekarang buka celananya ya. Saya akan mengecek ibu seperti halnya kemarin ibu di cek oleh dokter Dodi." Sahut dokter yang manis itu. Saya pun mulai menurunkan celana saya, dokter pun mulai bekerja. Monitornya lebih besar dan ada di tepat di depan agak atas dari tempat saya berbaring.

Beberapa pertanyaan yang sama yang sering ditanyakan oleh dokter sebelumnya pun menyerang saya. Sampai pada dokter manis itu terdiam dan hanya memandang sepucuk surat dari dokter Dodi. Lalu dia bangkit dari tempat duduknya setelah selesai melakukan pemeriksaan dasar yang sama dengan pemeriksaan sebelumnya.

"Tunggu sebentar disini ya bu." Dokter manis itu meminta saya untuk menunggu di tempat pembaringan. Beberapa menit kemudian saya mendengar dokter itu memanggil-manggil para dokter untuk segera bergabung keruangan dimana saya terbaring.
Satu, dua, tiga, empat, lima! "Hah, ngapain 5 dokter ini berhamburan masuk keruangan ini?" Tanya saya dalam hati.
Satu persatu dari dokter lagi lagi mengajukan pertanyaan yang sama dan selalu terulang beberapa kali sampai membuat saya bingung apa sih yang terjadi dalam tubuh saya?!

Rasa gelisah dan takut mulai datang ketika para dokter itu sibuk berbicara dengan bahasa kedokteran yang sama sekali saya tidak mengerti. "Saya takutnya dia punya ovarium bla..bla..bla" Ucap salah satu orang dari ke 5 dokter itu.
"Ah, tapi ngga ada ciri-cirinya kok dia mengidap ovarium bla..bla..bla.. itu dok."
"Coba kita lakuin test bla..bla..bla.. vagina saja biar lebih detail, dan kita pasti bakal tau apa yang terjadi sama ibu ini." Mereka tetap sibuk dengan obrolannya.

"Bu, bisa ibu pergi ke kamar kecil untuk mengganti celana ibu dengan sarung yang sudah kita sediakan? Kita akan melakukan bla..bla..bla.. vagina agar kita semua tau apa yang terjadi sama ibu" Pinta dokter manis itu kembali.
"Ok" jawab saya.

Saya pun kembali berbaring ditempat semula dengan mengenakan sarung ala kedokteran itu. Wow, jumlah dokter kini bertambah menjadi 9. Dan itu beberapa diantaranya adalah asisten dokter. Saya kembali menghela nafas. Menerka-nerka sambil meneteskan beberapa air mata. Rasanya saya seperti orang sekarat aja pake 9 dokter.

Proses bla..bla..bla vagina itu berlangsung. Prosesnya kurang lebih adalah semacam sebuah alat kedokteran yang dimasukan melalui lubang vagina yang sebelumnya diberi cairan seperti gel dan sebuah kondom yang di ujungnya ada sebuah kamera yang akan melihat semua isi di bagian perut saya.

"Aw!, sakit dok. pelan-pelan bisa ga?" Keluh saya.
"Tenang mbak, sakitnya cuma pas dimasukin doang kok." Jawab seorang dokter muda nan tampan yang diberi tugas untuk menenangkan saya sambil mengelus-mengelus dan memijit bagian tangan kiri saya bermaksud merelaksasikan semua pikiran tegang di otak saya.
"Lah, dokter ini ngapain mijitin saya? pake ngelus-ngelus segala. Saya orang yang kaya mau ngelahirin aja deh.."
Pertanyaan saya ini hanya mendapat jawaban tertawaan dari pada dokter. huhu...

Pemeriksaannya itu kurang lebih berlangsung sekitar 1 jam 30 menit. Arghhh... bayangin selama waktu itu ada sebuah alat yang terus-terusan berliaran di dalam perut saya. Saya hanya memandangi monitor itu lagi. Sebuah percakapan ala dokter kembali terjadi.

"Ini uterusnya kan?, Nah yang di bawah ini apa?"
"Coba naik keatas, liat ovarium sebelah kanannya.."
...
"Loh, ini apa? bla..bla..bla.. kayanya ada semacam luka dibagian ovarium kanannya."
"Coba turun kebawah lagi dok."
"Stop! ambil gambar di bagian itu. Sepertinya ada yang ngga lazim disini"
...
Ngga lazim? Duh, dokter kiraada anak setan apa dalam perut saya, atau kaya ada semacam paku dan silet dalam perut saya karena santet! Keluh saya dalam hati. Obrolan itu semakin membuat saya banyak omong dan mengajukan beberapa pertanyaan yang hanya dijawab selalu dengan kalimat "Sabar ya bu, kita akan memberitahu ibu jika pemeriksaan sudah selesai dan hasilnya sudah keluar" Fukkkkkkkkkkkkkk!

Menit ke menit sudah berjalan. Bagian bawah perut saya kembali sakit. Saya mengeluh. sementaraalat itu masih saja ada di dalam perut saya. Saya menangis karena sakit itu. Para dokter sepakat untuk mengakhiri pemeriksaan yang membuat saya mual itu.

"Ok, sekarang ibu boleh ganti celana lagi."
Saya pun terbangun dengan rasa sakit ngilu dibagian bawah perut saya. Dokter muda nan tampan menemani saya hingga ke depan pintu kamar kecil.

Saya kembali ke ruangan dimana saya berbaring tadi. Dan seorang dokter meminta menyelesaikan administrasi dan kembali keruangan itu untuk mengambil hasil pemeriksaan.

Huh.. leganya...
Saya keluar dari ruangan itu mendapati keponakan saya sedang bermain diatas ubin lorong-lorong Rumah Sakit. Dia tersenyum dan menanyakan kemana saya akan pergi lagi? Saya lalu mengajak bocah tampan itu untuk menemani saya menuju ruang administrasi.

Saya duduk di depan tempat pendatfaran dan memberikan bon pembayaran. Sebuah amplop sampai pada tangan saya.
Para dokter pun ngga menjelaskan apa yang terjadi. Saya hanya di minta memberikan amplop itu kepada dokter Dodi.
...

Saya kembali pulang kerumah. Di lorong RS itu saya membuka amplop. Mantan pacar saya bergabung untuk melihat hasil pemeriksaan itu. Disana tertera: KESIMPULAN : PENEBALAN ENDOMETRIUM.
Halah apa itu? Saya cuma bingung karena prediksi awal yang dokter Dodi katakan sama sekali tidak ada pada semua tulisan disini.
..

Keesokan harinya saya pergi menemui dokter Dodi bersama laki-laki yang belakangan ini dekat dengan saya. Hampir setiap hari saya ditemani olehnya. Dia salah satu orang yang tau tentang kondisi saya selain teman-teman terdekat saya dan pastinya mantan pacar saya.

Dia dan saya tiba di pelataran parkir, menunggu beberapa menit kedatangan dari mantan pacar saya. Wajah kantuk itu setia menemani saya yang sedang duduk gelisah.
Sebuah motor datang dan memarkirkannya tepat di hadapan saya dan dia duduk.
"Eh, tuh Deden dateng. Kamu mau tunggu disini apa mau ikut kita masuk?" Tanya saya kepada wajah yang mengantuk itu.
"Saya tunggu kamu disini aja. Gih sana kamu masuk." Pintanya kembali.
Saya dan mantan pacar saya memasuki ruangan dokter Dodi. Amplop itu saya pegang erat di telapak tangan saya.

"Hai apa kabar kamu?, sepertinya wajah kamu cerah dan kamu nampak sangat sehat ya." Sapa dokter Dodi.
"Kabar saya baik dok. Jadi ini hasil pemeriksaan kemarin di Hasan Sadikin." Saya menjawab dan lalu menyerahkan amplop itu tanpa banyak basa basi.
..

"wah, hasil yang mengejutkan! See? Kamu sekarang baik-baik saja. Ngga ada yang perlu dicemaskan lagi."
"Ngga ada yang perlu dicemaskan lagi gimana dok? Jadi apa kata hasil pemeriksaan itu? Dan kemana semua penyakit saya, ketidaknormalan tubuh saya?" Keluh saya.
..

"Jadi gini, kadang saking bagusnya kondisi badan kamu, semua penyakit atau semua apapun yang berada di tubuh kamu itu bisa diserap oleh tubuh kamu sendiri sampe ngga berbekas. Anggaplah semua ini keajaiban. Prediksi awal saya setelah kamu mengalami rasa sakit itu memang mendekati kebenaran. Ya itu. Tubuh kamu sangat bagus sehingga semua yang ada di perut kamu itu bisa diserap kembali oleh tubuh kamu dan tidak meninggalkan satu titik penyakitpun. Tapi kamu harus tetap jaga kondisi kamu. Kejadian ini bisa aja terulang lagi di masa yang akan datang. Dan kamu memang harus mulai berhati-hati dengan apa yang kamu makan. Beberapa makanan itu bisa merangsang semua penyakit dalam tubuh kita." Dokter menjelaskan.

"Jadi apa saya harus minum obat dengan hasil pemeriksaan ini? Atau saya harus kaya gimana dok"? Tanya saya kembali.
"Minum obat untuk apa? Kamu itu udah sehat ko. Memang benar pemeriksaan ini mendapatkan satu hasil. Cuma hasil ini masih dalam tahap wajar ko sebagai perempuan. Saya takutnya kalo kamu diberi obat perut kamu akan semakin bingung nantinya. Jadi ngapain kamu masih duduk disini? Ayo cepet pulang dan bersyukurlah bahwa kamu akhirnya baik-baik saja" Pinta dokter. Segera saya meninggalkan ruangan itu berharap saya tidak akan menginjakan kaki diruangan itu kembali dan saya mulai bisa hidup seperti normal lagi.

Ah, saya kelewat senang sehingga saya lupa mengucapkan selamat tinggal kepada dokter Dodi dan saya segera berlalu dari ruangan pengap yang penuh bau obat-obatan itu.
Saya dan mantan pacar saya berpelukan tepat di pintu keluar salah satu apotik besar itu. Saya mengucapkan terimakasih, dan saling bersyukur atas keajaiban ini. "Tolong beritahu saya jika kamu kenapa-kenapa lagi ya. Dan beritahu saya jika kamu sudah kembali mendapatkan menstruasi lagi. Saya ingin tau perkembangan kondisi kamu." Keluh kesah mantan pacar saya. "Ok den, saya pasti ngabarin kalo saya kenapa-kenapa lagi. Jaga diri juga ya! Thanks." Kita berdua berpisah disitu. Dan saya kembali ke pada sosok laki-laki yang setia menunggu saya.

Saya menghampirinya dengan tersenyum. Dia berdiri berada tak jauh dari motornya yang di parkir.
"Jadi gimana hasilnya? Kamu senyum-senyum mulu deh" Mulut cerewet itu kembali bersuara.
"Saya ngga kenapa-kenapa. Saya baik-baik aja jat!" jawab saya dan secara tak sadarpun kita berpelukan di pelataran parkir.
"Argh.. bener kan kata saya. Sholat tahajud saya berarti berguna. hahaha.. Kali ini Tuhan ngedengerin do'a saya. Yes! Tapi masih ada 1 do'a saya yang belu kejawab.." Dia mulai menghentikan mulut cerewetnya.
"Do'a apaan lagi emang ceweret?"
"Ada lah..." Jawabnya singkat.

Kita berdua pergi ke taman dimana saya selalu menghabiskan waktu saya. Saya mulai memberi kabar kepada orang-orang terdekat tentang semua hasil pemeriksaan.

Hari itu penuh senyuman. Penuh gairah akan sebuah kebahagiaan. Terimakasih rembulan malam yang cerah. Terimakasih para dedaunan hijau. Terimakasih angin yang sejuk. Dan duniapun mulai kembali tersenyum..