Punk masa kini adalah sebuah gengsi

"Eh, band lu mau maen nggak di bandung? Kolektifan." Tanya saya kepada seorang teman yang berdomisili di salah satu kota melalui sms. Temen saya bertanya "Acara apaan? Tempatnya dimana?", "Acara benefit dari tempat gw nongkrong buat bayar sisa uang dari acara sebelumnya yang nombok. Tempatnya di Studio jawara." Jelas saya.
"Oh, di studio gitu ya? Bikin gigs tuh di villa dong kali-kali, atau kalau ngga di cafe aja biar enak gitu maennya. Jangan studio mulu, masa ia dateng jauh-jauh cuma buat maen di studio. Kolektifan pula." Jawab teman saya.

Setelah jawaban sms terakhir saya ngga lagi ngelanjutin sms itu. That's enough to say!

Saya jadi inget pas gigsnya PISSCHRIST & BLOCKSHOT beberapa bulan yang lalu, rundown acara udah fix dan semua band yang berkontribusi di gigs itu udah pada tau jam berapa dan keberapa mereka maen. Hari H tiba, saya dan beberapa teman emang udah pada standby di venue dari awal sebelum gigs di mulai. Karena kebetulan saya dan temen-temen band saya itu jadi panitia juga.

Jam pertama yang harusnya band pertama maen juga ternyata kosong, entah pada kemana. Orang-orang yang di band itu juga ngga keliatan batang hidungnya. Sampe panitia dari anak-anak BALKOT TERROR PROJECT pun udah pada gelisah. Karena waktunya udah lumayan molor. Panitia sepakat lewatin band pertama dan ngemajuin band kedua buat maen awal.
Again, another reason. "Drumernya belum datang, paling bentar lagi lah". Padahal drumernya lagi duduk-duduk sebelahan sama saya sambil cengar-cengir.

Kejadiannya berulang-ulang sampe ke band ke 4, ngga ada yang mau maen duluan. WTF!
Kebetulan band saya maen di urutan ke 5. "Kita aja yuk yang maen, persetan lah sama band-band kaya gitu. Ngga pernah hargain kerja keras orang-orang yang udah pada ngabisin tenaga dan waktu buat bikin gigs ini." Keluh saya ke temen seband saya yang lagi sibuk juga diem di pintu masuk buat cek-in tiket.

Finally, gigs pun dimulai setelah KROIA maen awal. Dan semua audience pun mulai masuk ke venue, setelah waktu yang molor abis gara-gara sikap yang ngga mau tanggung jawab buat bikin gigs ini jadi lancar. Kebetulan PISSCHRIST & BLOCKSHOTnya udah pada dateng dari tadi jadi mereka udah sedikit lega kali akhirnya gigsnya dimulai juga.
Setelah KROIA maen, baru deh band-band lain pada ngacung minta pada maen karena venue udah mulai rame. Pathetic!

Tadi malem saya dateng ke salah satu gigs, teman yang dulu pernah saya tawarin buat maen di studio itu ternyata maen juga. Sedihnya saya, ngeliat dia terlihat bangga akhirnya bisa maen di Bandung, di cafe seperti apa yang dia pernah bilang ke saya.


Melihat masa-masa kebelakang, dimana para punk ngga pernah mengeluh untuk sesuatu yang seharusnya emang ngga patut untuk di keluh kesahkan. Ini PUNK bung!
Bukan gigs yang mengeruk profit sampe mengejar angka nol yang semakin banyak. Bukan tempatnya seorang rockstar dimana dia ingin main disaat audience sudah ramai. Dan bukan tempat dimana kamu harus kompromi akan jadwal manggung yang sudah fix, jika bukan karena satu hal yang memang benar mendesak dan dibicarakan telebih dahulu.

komunikasi itu penting bukan :)

KROIA EP

Mid-tempo-dark and crust jadi sesuatu yang bisa kalian dapetin disini.
Ngga ada rilisan resmi dari EP ini, kita sengaja mempublishkan secara free download buat siapapun yang tertarik. So enjoy your ear darl :)


Track:

1. Keadaan
2. Figurehead
3. Nature of
4. Mereka





DOWNLOAD

i'm actually tired

Malam hari kemarin saya terbangun dengan tiba-tiba mendapati tubuh saya sesak, menggigil,  nafas ngos-ngosan, sakit perut dan sakit kepala yang teramat sangat. Merasa setiap hari saya merasakan gempa.

Hari ini ketika saya ingin beranjak tidur siang, rasa sakit yang sama kembali datang. Saya terbangun kembali dan urung untuk pergi tidur. Saya duduk terpaku di ujung tempat tidur. Terdiam untuk beberapa saat. Saya mulai mematikan telepon genggam saya. Sedikit menikmati apa yang dirasakan oleh tubuh saya.

Dan pada akhirnya saya ingin mengeluh! Tapi pada siapa?
Mengeluh kepada seseorang yang dekat dengan saya? yang setiap harinya saya berikan beban rasa sakit ini? yang selalu membuat saya tak berguna karena saya hanya bisa mengeluh.
Mengeluh kepada Orang Tua saya? Yang merekapun sama sekali tak tau menau tentang kondisi saya. Dan jikapun saya beritau mungkin saya nggak sanggup untuk berbicara pada saat ini.
Mengeluh kepada mantan pacar saya? Yang memang karena dia salah satu orang yang terlibat dengan kondisi saya? Yang lebih mentingin ngurusin facebook dan curhat seperti layaknya jejaring sosial itu bagaikan Tuhan yang selalu mengerti kondisi dia? Tapi saya udah ngga mau bikin tambah ribet. Ngga mau lagi adu omongan dan akhirnya saya yang harus ngalah lagi.
Mengeluh kepada teman baik saya? Yang mungkin dia udah bosan selalu mendengar keluh kesah saya seumur hidup dia.

Saya mengeluh pada diri saya sendiri.
Saya mengeluh kenapa saya harus kaya gini.
Saya mengeluh kenapa saya harus Sakit.
Saya mengeluh kenapa saya nggak bisa kuat ngadepin ini.
Saya mengeluh kenapa saya mesti nangis ngga jelas disaat saya mengeluh.
Saya mengeluh kenapa saya mesti harus mengeluh!


Saya CAPEK!

Pesan

"Sayang, kamu yang kuat ya. Maaf setiap kamu sakit saya ngga ada di deket kamu. Semuanya bakal lebih baik lagi kalau kamu udah kita obatin dan pulih lagi.."

Dia mengirimkan pesan pagi ini.
Setelah pagi buta tadi saya mengirimkan pesan mengeluh karena sakit itu kembali datang.
i miss you already!

Paitpait

Hari yang sangat memilukan. 2 minggu bersamanya sangat begitu melekatkan saya pada hasrat yang tak bisa di gambarkan. Perjalanan 1 minggu dari Bandung, Yogyakarta sampai Dieng tak bisa begitu saja hilang dalam memori saya.

Satu minggu setelah perjalanan dari Dieng saya bertemu lagi dengannya. Sungguh sangat membekas. Hanya diam, saling melempar senyum seperti orang asing yang baru saja kopi darat. saya mengiyakannya. Memang kopi darat. Jauh di dibalik kiasan itu tersimpan memori yang lebih indah dari kata yang tak bisa saya tulis.

3 hari setelah pertama kali saya bertemu dengannya lagi dia menemani saya membuat tato pertama di tangan kanan saya. Dan hari itu pula saya memutuskan mundur dari sebuah ikatan relationship bersama pacar saya. Ya, 4 bulan saja sudah cukup untuk saya mundur dari relationship yang tidak sehat. Rasa bersalah, takut dan selalu mengalah demi membuatnya senang rasanya sudah tak bisa dibendung untuk segera keluar dari hubungan yang bisa saya sebut palsu.

Hari itu setelah tato selesai saya dan dia berjalan kaki menuju sebuah taman. Beberapa teman sudah menunggu kehadiran kita khususnya dia. Telepon genggam saya selalu berbunyi. Saya tengok itu adalah mantan pacar saya yang meminta waktu hanya sebentar untuk menemui saya. Ah, lelah rasanya saya beradu argumen tentang apa yang saya inginkan. Dan dia pun tak akan pernah mengerti. Akhirnya saya mengalah kembali hanya untuk membuat dia senang. Ini untuk terakhir kali.

Dia yang sedang asik berbincang bersama temannya sesekali menengok ke arah saya. Wajah itu... selalu membuat saya tak berdaya. Dia menghampiri, menanyakan apa saya baik-baik saja? Saya menjawab tidak. Dan dia pun mulai memahami apa yang terjadi. Ya, persoalan dengan mantan pacar saya tidak pernah berhenti mengganggu ketenangan saya.

1 jam berselang saya bertemu dengan mantan pacar saya. Seperti biasa, saya selalu diam dan mendengarkan celotehan dia yang selalu memberikan saya hanya sedikit waktu untuk setidaknya membela diri. Nada tinggi mulai memecahkan suasana, saya tertunduk. "Saya hanya ingin kita pergi ke dokter untuk mengetahui kondisi kamu!", saya mengangguk. Tangan saya ditarik begitu keras lalu saya melepaskannya, terlalu sering sikap reaksioner itu membuat saya 'sakit'.

Dia yang masih berbincang bersama teman terlihat sangat santai. Saya kembali ke tempat dimana dia dan beberapa teman berada untuk mengambil jaket dan saya pamit pergi untuk beberapa jam. Saya tak sempat menengok wajahnya. Terlalu banyak emosi dalam otak saya sehingga saya tak berani memandang wajahnya.

"Kamu harus segera di operasi, itu jalan satu-satunnya yang bisa menyelamatkan hidup kamu. Tak ada satu obat pun yang bisa memberi reaksi positif untuk kamu." Dokter seakan tak mau saya lama-lama menunda operasi saya. Semakin lama jika dibiarkan kondisi badan saya akan semakin tidak baik. Air mata menetes, semakin menetes sampai akhirnya saya menangis. Mantan pacar saya hanya melihat saya menangis dan memegang tangan saya yang terbujur lemas. Saya melepaskan pegangan itu. Tak membantu apapun.

Saya kembali teringat pada wajah yang membuat saya tak berdaya, dan muncul wajah sosok ibu saya. Saya semakin menjadi. Sialnya ini terjadi ketika saya mulai mengagumi sosok dia. Bukan mantan pacar saya. Waktu terasa berhenti dan meninggalkan saya dalam keheningan.

I'm desperate!!

Waktu terus berjalan. Dia masih ada menemani hari-hari saya sebelum dia kembali bekerja ke kalimantan untuk mengakhiri masa cutinya. Telepon genggam saya tak juga luput berdering dari sang mantan. Saya sudah mengambil keputusan. Dan tetap akan seperti itu. Tidak akan berubah.

2 hari sebelum kepergiannya ke kalimantan saya sudah mengambil 1 langkah untuk bercerita tentang apa yang terjadi. Dan pasrah jika saya memang harus kehilangan dia dalam jangka waktu secepat ini. Orang yang selama ini selalu membuat saya tersenyum bahkan disaat saya jatuh sekalipun.

Saya bertemu dengan dia. Dalam beberapa menit ke menit saya terus memandangnya. Disaat dia berjalan, duduk, dan tersenyum. Saya tidak kuat untuk menahan air mata, saya belum mau melihat dia ini untuk yang terakhir kali. Saya takut tidak bisa merasakan sentuhan dia yang sangat menggairahkan di tubuh saya. Saya pun mulai urung menceritakan apa yang terjadi dengan saya.

Telepon genggam dia berbunyi di parkiran motor. Mantan pacar saya mengirimkan pesan padanya. Entah berisikan apa. Dan saya kembali menangis. Saya urungkan niat saya untuk membahas apa yang terjadi. Segera berlalu dari hadapan dia yang mulai bereaksi atas sikap saya. Kita sepakat untuk berpisah dari tempat itu.

Jalan dengan tergesa-gesa dan mulai menangis kembali. Saya berjalan menuju taman dimana saya dan dia pernah bersama. Segera saya mengetik pesan menceritakan tentang apa yang terjadi. Pesan terkirim. Berkesimpulan dia mungkin tidak bisa menerima saya lagi.

Telepon genggam saya berdering kembali. Kali ini dia yang mungkin sudah membaca pesan saya. Dan segera dia menghampiri saya di taman itu.

"Kamu ngeremehin saya banget ya. Kamu ngeremehin kadar sayang saya sama kamu. Saya kira kondisinya bakal lebih buruk dari ini. Dan saya sama sekali nggak niat cuma sampe disini saya bisa sama kamu. Saya terima kamu apa adanya!".

Kalimat itu yang membuat saya bertahan dalam kondisi ini.

Pagi ini saya pergi kerumah seorang teman dimana dia tinggal selama dia ada di Bandung. Terakhir kali melihatnya sebelum dia pergi pulang.

Wajah itu lagi-lagi mengganggu otak saya. Duduk dan dia menggenggam tangan saya.

"Kamu baik-baik ya. Tunggu saya 6 minggu aja, saya bakal kembali dan kamu bakal bisa operasi. Seengganya kamu istirahat dulu. Boleh bebas, asal jaga badan kamu dulu. Seenggaknya biar badan kamu sehat sampai operasi nanti. Nah, kalo kamu udah sembuh baru boleh ngapain aja. Kita jalan-jalan lagi ya."


Suara yang dibarengi dengan nada serak tanda simpati itu benar-benar sangat buat saya terpukul. Beranjak saya memeluk dia dan menyimpan dagu di pundak dia adalah hal termahal melebihi biaya operasi yang dia beri secara cuma-cuma untuk saya.

Hari terberat dalam hidup saya bisa saya lewatin karena dia yang selalu ingetin saya betapa indah dunia ini disaat kita punya satu tujuan hidup yang emang bener-bener pengen dicapai.

Seengganya saya masih pengen ngeliat dia terus, ngeliat orang-orang yang saya sayang disekitar saya. Itu dulu aja harepan saya. Bisa terus survive. Saya pengen tujuan hidup saya bisa tercapai.

Terimakasih udah memberi harapan baru.

sampai berjumpa 6 minggu kemudian. Doakan yang terbaik buat saya.

Lalala...

langit mendung yang menggambarkan lelahnya aku tersenyum
hanya sore ini!
Menengok masa yang dahulu, tak ingin rasanya aku kembali
langit sangat hitam pekat, ku ambil segenggam energinya
Hitam. Sangat tak indah, tak sama sekali menarik
di balik kepekatan itu ada yang tersimpan
biru, luas, keceriaan tergambar

Ku jadikan suatu pegangan
Sesuatu yang harus di jaga
Sesuatu yang mungkin akan sama halnya terjadi
Kulangkahkan kaki hanya 1 langkah kedepan
dan meninggalkan seribu langkah ke belakang
kehidupan adalah tanggung jawab.

Ku hiraukan rasa tak enak ini
Ku ambil rasa yang lebih berguna..